.

.
.

Jumat, 30 Maret 2012

Ari Lasso Siapkan Album Baru dengan Campuran Reggae JAKARTA - Penyanyi Ari Lasso sudah lama tidak mengeluarkan karya terbaru. Kini, pria kelahiran Madiun 17 Januari 1973, itu, merilis single terbaru dengan sentuhan REGGAE berjudul Kisah Kita. Single tersebut sebagai perkenalan sebelum Ari meluncurkan album teranyarnya nanti. "Single terbaru gue judulnya Kisah Kita yang gue ambil dari album terbaru gue, jadi di single ini ada sentuhan REGGAE , walaupun ada REGGAE tetep ada Ari Lassonya, jadi memang sangat beda," ungkapnya ketika ditemui di Jakarta, belum lama ini. Mantan vokalis band legendaris Dewa 19, ini, memang ingin munculkan musik yang berbeda demi meramaikan industri hiburan. "Selama ini kan gue lagunya slow, pop rock, jadi gue mau bikin suatu yang beda, sesuatu yang ada tantangannya. Dan ini cukup sulit waktu gue nyanyin, tapi akhirnya soul-nya dapat," katanya. Sumber : music.okezone.com Lirik "Kisah Kita" tak mungkin lagi aku jalan denganmu bila semua rindu yang ada telah hilang cinta-reggae.blogspot.com lupakan saja janji tuk selalu bersama bila akhirnya hanya buatmu tersiksa cinta-reggae.blogspot.com jangan paksakan untuk bertahan bila tak ada cintamu lagi untukku untuk aku cinta-reggae.blogspot.com kau diam saja saat ku ajak bicara seakan tak ada aku lagi di depanmu saat ini cinta-reggae.blogspot.com jangan paksakan untuk bertahan bila tak ada cintamu lagi biarkan aku pergi darimu akan ku simpan yang baik saja tentang kamu, semua kisah kita cinta-reggae.blogspot.com (jangan paksakan untuk bertahan bila tak cinta lagi) cinta-reggae.blogspot.com jangan paksakan untuk bertahan bila tak ada cintamu lagi biarkan aku pergi darimu akan ku simpan yang baik saja tentang kamu, tentang aku, kisah kita Download MP3 : Ari Lasso - Kisah Kita Hasil nyolong dari : Salam Damai....: Ari Lasso Siapkan Album Baru dengan Campuran Reggae http://cinta-reggae.blogspot.com/2012/03/ari-lasso-siapkan-album-baru-dengan.html#ixzz1qevH5RDe

vidio

'Marley', Dokumenter tentang Musisi Legendaris Bob Marley
Jakarta - Bagi penggemar musik beraliran reggae sepertinya tidak mungkin tak mengenal musisi legendaris Bob Marley. Semasa hidupnya, Marley merupakan sosok yang cukup berpengaruh, hingga sutradara Kevin Macdonald memutuskan untuk membuat film dokumenter tentangnya. Dalam film berjudul 'Marley' itu, Kevin akan menyoroti masa muda Marley, puncak karier, hingga kematiannya. Sutradara 'The Last King of Scotland' itu pun berharap karyanya bisa mengobati kerinduan para penggemar sang musisi yang meninggal pada 18 Mei 1981 silam. Kevin berusaha menampilkan kisah seorang tokoh besar sejarah musik yang lewat lagu-lagunya menjangkau semua kalangan. Musik dan pesan yang disampaikan pelantun 'Redemption Song' itu telah melampaui berbagai budaya, bahasa dan kepercayaan. Dibuat dengan dukungan dari keluarga Marley, film ini menampilkan rekaman langka, pertunjukan yang luar biasa dan wawancara dengan orang-orang yang mengenal Marley dengan sangat baik. Marley tayang perdana di Festival Film Berlin 2012 yang kini tengah berlangsung, dan di acara SXSW, Amerika Utara. Film produksi Magnolia Pictures itu akan dirilis pada 20 April mendatang. Hasil nyolong dari : Salam Damai....: 'Marley', Dokumenter tentang Musisi Legendaris Bob Marley http://cinta-reggae.blogspot.com/2012/02/marley-dokumenter-tentang-musisi.html#ixzz1qetVASwl

alat musik MARAKAS

Marakas, Alat Ritual Kuno Yang Sekarang Menjadi Instrumen Musik Marakas atau dalam bahasa asing disebut Maracas, Maracax'a, Maraca' Mbara'ka, di kategorikan sebagai alat musik perkusi. Pada masa lalu instrumen ini dimainkan secara tunggal, sebagai media penyembuhan dalam banyak prosesi ritual hampir di seluruh Afrika, Amerika Selatan dan Karibia. Marakas termasuk dalam jenis perkusi idiophones atau autophones dan juga merupakan salah satu bagian penting dari musik Cuba, Salsa, Rumba, Charanga dan Trova Ensemble. Jenis alat musik ini hampir dapat ditemukan di seluruh dunia. Dalam Big Band dan Orkestra biasanya menggunakan alat musik ini, itu dikarenakan pengaruh dari berbagai musik Latin.
Pada umumnya, material luar instrumen perkusi ini terbuat dari labu kering atau kulit kering yang dijahit. Juga bisa dibuat dari kayu, jerami, kelapa, plastik dan sejenis buah squash, yang diisi dengan biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan atau bahan yang dapat beresonansi dengan labu kering (kulit luarnya). Hali ini dilakukan agar menciptakan bunyi gemetar yang enak didengar dari benturan ataupun pergesekannya dengan jenis bahan yang digunakan di dalamnya. Sedangkan jumlah dari isi dalam tergantung pada estetika sang pembuat atau pemainnya. Pada setiap marakas melekat sebuah batang ataupun tongkat kayu silinder, sebagai alat bantu agar lebih mudah memegang dan memainkan instrumen tersebut. Cara memainkannya seringkali dengan cara diguncangkan, hingga material di dalamnya membentur dinding bagian dalam dari material luarnya dan menghasilkan bunyi karakteristik yang khas atau suara yang tajam. Marakas biasanya diguncangkan seiring dengan irama dalam ketukan dan gerakan yang berbeda-beda yang membuat bisa kita berdansa, sebagian penari juga menggunakannya disaat mereka sedang menari. Marakas memiliki berbagai ukuran dan bentuk, dari yang berbentuk telur kecil, apel besar dan berbentuk lonjong. Yang biasa digunakan dalam upacara tradisional di Venezuela (joropo) cenderung berukuran kecil, sedangkan yang biasa digunakan untuk mengiringi musik khas Amerika Selatan dengan nama lain bolero berukuran sedang. Dalam musik Latin Salsa cenderung berukuran sedang dan besar dan yang digunakan untuk prosesi karnaval terbuka cenderung berukuran besar. Pada masa lalu, marakas juga digunakan sebagai bagian dari ritual Afro-Kuba, khususnya upacara penyembuhan (santeria). Marakas solo yang terbuat dari labu kering dengan material penutup dari bahan tenunan, juga digunakan oleh suku Araucanian di Chili oleh seorang dukun perempuan (mapuche) dalam upacara penyembuhan. Instrumen ini juga memainkan peranan penting dalam sebuah ritual agama suku Indian kuno pra-Columbus. Walaupun banyak yang menganggap permainan marakas cenderung dipenuhi improvisasi, namun pemain marakas memiliki peran penting dalam keseimbangan ketukan. Jadi peran ini tidak boleh dianggap remeh. Untuk jenis marakas khas Venezuela (joropo) biasanya dimainkan dengan tempo 3/4 atau 6/8, atau yang biasa disebut dengan istilah virtuoso. Pada awalnya dalam beberapa budaya yang ada diberbagai belahan dunia dikatakan bahwa bunyi dari alat musik ini meniru bunyi hujan atau ular derik. Terkadang bila satu saja dari marakas ini dimainkan, volume gemericiknya bisa lebih keras daripada alat musik lainnya yang sedang dimainkan pula. Cukup banyak dari musisi perkusi Reggae dunia yang juga menggunakan alat musik Marakas sebagai bagian dari aransemen dari karya-karyanya, sebut saja Bob Marley and The Wailers, UB 40, Manu Chao, Big Mountain dan lainnya. Sedangkan pada musik Reggae Indonesia, ada beberapa band ataupun musisi Reggae Indonesia yang juga menggunakannya sebagai bagian dari aransemennya. Namun masih bisa dibilang bukan menjadi bagian penting ataupun alat musik yang dibutuhkan dalam berbagai aransemen musik Reggae Indonesia. Hasil nyolong dari : Salam Damai....: Marakas, Alat Ritual Kuno Yang Sekarang Menjadi Instrumen Musik http://cinta-reggae.blogspot.com/2012/02/marakas-alat-ritual-kuno-yang-sekarang.html#ixzz1qeszoej9

Rabu, 21 Maret 2012

Biografi Steven & Coconut Treez
Steven and Coconut treez adalah sebuah konsep solo beraliran musik Reggae asal Indonesia. Band ini ada karena obsesi Steven, yang juga kakak Micky AFI untuk berkarya. Dengan dukungan banyak musisi, Steven and Coconut treez berhasil menghasilkan karya-karya yang diangkat dari tema keseharian, baik itu sosial maupun cinta. Walaupun musik Reggae cenderung minoritas di Indonesia, namun Steven and Coconut treez dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, terbukti dengan banyaknya fans mereka. Band ini dibentuk pada 2005 oleh 5 orang pria, yaitu Steven (vokal), A Ray (gitar), Teguh (gitar), Rival (bass), Iwan (keyboard), Teddy (perkusi), dan Aci (drum). Mereka sudah menelurkan 3 buah album yang rata-rata bertema sosial, seperti layaknya kebanyakan musik Reggae. Sejak berdiri tahun 2005, album mereka adalah The Other Side (2005), Easy Going (2006), dan Good Atmosphere (2008). Pada 18 Desember 2007, Steven and Coconuttreez harus kehilangan salah satu personilnya, Teddy (perkusi)yang tutup usia karena menderita sakit paru-paru kronis. Teddy sempat dirawat di rumah sakit dan koma, namun sempat sembuh. Gaya hidup Teddy yang sangat tergantung dengan rokok dan kopi membuatnya harus meninggalkan teman-temannya setelah cukup lama sakit paru-paru. Steven Jam live performance Be there and feet the vibration! Steven Jam, grup musik “side project” dari Steven Nugraha Kaligis, telah meluncurkan album perdana bertajuk “Feel The Vibration”. Steven lebih dulu sohor sebagai vokalis “Steven & The Coconut Treez”.”Feel The Vibration” membesut 11 lagu baru karya Tepeng, panggilan akrab Steven, yang dikulik selama 6 bulan. Lagu-lagunya berkisah tentang persahabatan,spirit kaum muda,dan cinta.Seperti lagu berjudul “Sangat Menyenangkan” yang berkisah mengenai semangat untuk meraih sesuatu yang telah hilang.Warna reggae yang dilantunkan Steven Lam lebih rough dan banyak memainkan distorsi serta brass yang lebih menonjol.Tepeng banyak mengeksplor reggae yang disenyawakan dengan rock, pop dan sebagainya, sehingga tidak monoton. Konon, album ini merupakan project idealisme Tepeng dalam bermusik. Album solo steven “Feel the Vibration” juga didukung beberapa musisi reggae, diantaranya, Iyus Rastafara, lyek , Getto, Aco, Teguh Coconutreez, Indha, Boy, Denny Monkey boots,Egi Tipe X, Anto tipe X, Ewin Kunci, Ondit, Aksa Pasukan 5 Jari, Nyonyo Marjinal,. Edwin Monkey Boots, Dony Boys n Roots, Erick May, Rama BB dimana Proses tracking dan mixing dikerjakan 267 studio.[]
Reggae yang Tidak Harus Rasta Di Indonesia, reggae hampir selalu diidentikkan dengan rasta. Padahal, reggae dan rasta sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. “Reggae adalah nama genre musik, sedangkan rasta atau singkatan dari rastafari adalah sebuah pilihan jalan hidup, way of life,” ujar Ras Muhamad (23), pemusik reggae yang sudah 12 tahun menekuni dunia reggae di New York dan penganut ajaran filosofi rasta. Repotnya, di balik ingar-bingar dan kegembiraan yang dibawa reggae, ada stigma yang melekat pada para penggemar musik tersebut. Dan stigma tersebut turut melekat pada filosofi rasta itu sendiri. “Di sini, penggemar musik reggae, atau sering salah kaprah disebut rastafarian, diidentikkan dengan pengisap ganja dan bergaya hidup semaunya, tanpa tujuan,” ungkap Ras yang bernama asli Muhamad Egar ini. Padahal, filosofi rasta sesungguhnya justru mengajarkan seseorang hidup bersih, tertib, dan memiliki prinsip serta tujuan hidup yang jelas. Penganut rasta yang sesungguhnya menolak minum alkohol, makan daging, dan bahkan mengisap rokok. “Para anggota The Wailers (band asli Bob Marley) tidak ada yang merokok. Merokok menyalahi ajaran rastafari,” papar Ras. Ras mengungkapkan, tidak semua penggemar reggae adalah penganut rasta, dan sebaliknya, tidak semua penganut rasta harus menyenangi lagu reggae. Reggae diidentikkan dengan rasta karena Bob Marley—pembawa genre musik tersebut ke dunia—adalah seorang penganut rasta. Ras menambahkan, salah satu bukti bahwa komunitas reggae di Indonesia sebagian besar belum memahami ajaran rastafari adalah tidak adanya pemahaman terhadap hal-hal mendasar dari filosofi itu. “Misalnya waktu saya tanya mereka tentang Marcus Garvey dan Haile Selassie, mereka tidak tahu. Padahal itu adalah dua tokoh utama dalam ajaran rastafari,” ungkap pemuda yang menggelung rambut panjangnya dalam sorban ini.
Pemusik Tony Q Rastafara pun mengakui, meski ia menggunakan embel-embel nama Rastafara, tetapi dia bukan seorang penganut rasta. Tony mencoba memahami ajaran rastafari yang menurut dia bisa diperas menjadi satu hakikat filosofi, yakni cinta damai. “Yang saya ikuti cuma cinta damai itu,” tutur Tony yang tidak mau menyentuh ganja itu. Namun, meski tidak memahami dan menjalankan seluruh filosofi rastafari, para penggemar dan pelaku reggae di Indonesia mengaku mendapatkan sesuatu di balik musik yang mereka cintai itu. Biasanya, dimulai dari menyenangi musik reggae (dan lirik lagu-lagunya), para penggemar itu kemudian mulai tertarik mempelajari filosofi dan ajaran yang ada di baliknya. Seperti diakui Hendry Moses Billy, gitaris grup Papa Rasta asal Yogya, yang mengaku musik reggae semakin menguatkan kebenciannya terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan wewenang. Setiap ditilang polisi, ia lebih memilih berdebat daripada “berdamai”. “Masalahnya bukan pada uang, tetapi praktik seperti itu tidak adil,” tandas Moses yang mengaku sering dibuntuti orang tak dikenal saat beli rokok tengah malam karena dikira mau beli ganja. Sementara Steven mengaku dirinya menjadi lebih bijak dalam memandang hidup sejak menggeluti musik reggae. Musik reggae, terutama yang dipopulerkan Bob Marley, menurut Steven, mengajarkan perdamaian, keadilan, dan antikekerasan. “Jadi kami memberontak terhadap ketidakadilan, tetapi tidak antikemapanan. Kalau reggae tumbuh, maka di Indonesia tidak akan ada perang. Indonesia akan tersenyum dengan reggae,” ujar Steven mantap. Sila dan Joni dari Bali menegaskan, seorang rasta sejati tidak harus identik dengan penampilan ala Bob Marley. “Rasta sejati itu ada di dalam hati,” tandas Sila sambil mengepalkan tangan kanan untuk menepuk dadanya.
Sejarah Musik Reggae Said he was a buffalo soldier win the war for America Buffalo soldier, dreadlock rasta Fighting on arrival, fighting for survival Driven from the mainland to the heart of the caribbean... Anda pasti kenal lirik lagu di atas. Lagu berjudul "Buffalo Soldier" ini memang sudah sangat akrab di telinga kita. Lagu dengan beat slow dan membawa kita hanyut dalam goyangan gemulai ini pasti mengingatkan kita terhadap dua hal, reggae dan Bob Marley. Ya, Bob Marley memang layak disandingkan dengan reggae. Pria kulit hitam yang mempunyai nama asli Robert Nesta Marley ini adalah pelopor musik reggae dan yang memppopulerkannya ke kancah musik internasional. Munculnya Reggae Musik reggae memang mempunyai sejarah yang panjang. reggae tidak hanya sebuah jenis musik bertempo lambat dengan vokal berat saja, tapi juga berhubungan erat dengan kepercayaan, identitas, dan simbol perlawanan terhadap penindasan. Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady ke irama musik baru yang bertempo lebih lambat. Boleh jadi, peralihan itu terjadi lantaran ingar-bingar dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang cocok dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh tekanan. Kata “reggae” diduga berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti entakan badan orang yang menari dengan iringan musik ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, soul, rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba), dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento yang kaya dengan irama Afrika. Musik reggae sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum Rastafaria) di Kingston, ibu kota Jamaika. Itulah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran Rastafari, yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, dan membuat aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘Rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dengan kata lain, dreadlock dan ajaran Rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop. Musik dari Jamaika Akar musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya, Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”. Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memusnahkan suku Arawak, yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana. Pada tahun 1838, praktek perbudakan itu dihapus dan diikuti dengan melesunya perdagangan gula dunia. Di tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur. Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan sehari-hari masyarakat Jamaika, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja atau rumah yang menjadi penyemangat saat kondisi sulit sehingga memberikan kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, reggae musik bukan cuma memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan. Bob Marley, Nabi Para Rasta Terlahir dengan nama Robert Nesta Marley pada Februari 1945 di St. Ann, Jamaika, Bob Marley berayahkan seorang kulit putih dan ibu kulit hitam. Pada tahun 1950-an Bob beserta keluarganya pindah ke ibu kota Jamaika, Kingston. Di kota inilah obsesinya terhadap musik sebagai profesi menemukan pelampiasan. Waktu itu Bob Marley banyak mendengarkan musik R&B dan soul, yang kemudian hari menjadi inspirasi irama reggae. Selain itu di jalanan Kingston dia menikmati entakan irama Ska dan Steadybeat dan kemudian mencoba memainkannya sendiri di studio-studio musik kecil di Kingston. Bersama Peter McIntosh dan Bunny Livingston, Bob membentuk The Wailing Wailers yang mengeluarkan album perdana di tahun 1963 dengan hit “Simmer Down”. Lirik lagu mereka banyak berkisah tentang “rude boy”, anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan di jalanan Kingston. The Wailing Wailers bubar pada pertengahan 1960-an dan sempat membuat Bob Marley patah arang sehingga memutuskan untuk berkelana ke Amerika. Pada bulan April 1966, Bob kembali ke Jamaika, bertepatan dengan kunjungan HIM Haile Selassie I(Raja Ethiopia) ke Jamaika untuk bertemu penganut Rastafari. Karisma sang raja membawa Bob menjadi penghayat ajaran Rastafari pada tahun 1967, dan bersama The Wailer, band barunya yang dibentuk setahun kemudian bersama lawas Mc Intosh dan Livingston, dia menyuarakan nilai-nilai ajaran Rasta melalui reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap Bob menjalankan peran profetik sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi dan nilai Rasta melalui lagu-lagunya. The Wailers bubar di tahun 1971, dan Bob segera membentuk band baru bernama Bob Marley and The Wailers. Tahun 1972 album Catch A Fire diluncurkan. Menyusul kemudian Burning (1973–berisi hits “Get Up, Stand Up” dan “ I Shot the Sheriff” yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty Dread (1975), Rastaman Vibration (1976) dan Uprising (1981) yang makin memantapkan reggae sebagai musik mainstream dengan Bob Marley sebagai icon-nya. Pada tahun 1978, Bob Marley menerima Medali Perdamaian dari PBB sebagai penghargaan atas upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya. Sayang, kanker mengakhiri hidupnya pada 11 Mei 1981 saat usia 36 tahun di ranjang rumah sakit Miami, AS, seusai menggelar konser internasional di Jerman. Sang Nabi kaum Rasta telah berpulang, namun inspirasi humanistiknya tetap mengalun sepanjang zaman. Dreadlock Selain Bob Marley dan Jamaika, rambut gimbal atau lazim disebut “dreadlocks” menjadi titik perhatian dalam fenomena reggae. Saat ini dreadlock selalu diidentikkan dengan musik reggae, sehingga secara kaprah orang menganggap para pemusik reggae yang melahirkan gaya rambut bersilang-belit itu. Padahal jauh sebelum menjadi gaya, rambut gimbal telah menyusuri sejarah panjang. Pada tahun 1914 Marcus Garvey memperkenalkan gerakan religi dan penyadaran identitas kulit hitam lewat UNIA. Aspek spiritualitas rambut gimbal dalam agama Hindu dan kaum tribal Afrika diadopsi oleh pengikut gerakan ini. Mereka menyebut diri sebagai kaum “Dread” dan menyatakan memiliki rasa gentar dan hormat (dread) pada Tuhan. Rambut gimbal para Dread inilah yang memunculkan istilah dreadlocks—tatanan rambut para Dread. Saat Rastafarianisme menjadi religi yang dikukuhi kelompok ini pada tahun 1930-an, dreadlocks juga menjelma menjadi simbolisasi sosial Rasta (pengikut ajaran Rastafari). Simbolisasi ini kental terlihat ketika pada tahun 1930-an Jamaika mengalami gejolak sosial dan politik. Kelompok Rasta merasa tidak puas dengan kondisi sosial dan pemerintah yang ada, lantas membentuk masyarakat tersendiri yang tinggal di tenda-tenda yang didirikan di antara semak belukar. Mereka memiliki tatanan nilai dan praktek keagamaan tersendiri, termasuk memelihara rambut gimbal. Pada pertengahan tahun 1960-an perkemahan kelompok Rasta ditutup dan mereka dipindahkan ke daerah Kingston, seperti di Kota Trench Town dan Greenwich, tempat di mana musik reggae lahir pada tahun 1968. Ketika musik reggae memasuki arus besar musik dunia pada akhir tahun 1970-an, sosok Bob Marley dan rambut gimbalnya menjadi icon baru yang dipuja-puja. Dreadlock dengan segera menjadi sebuah tren baru dalam tata rambut dan cenderung lepas dari nilai spiritualitasnya. Apalagi ketika pada tahun 1990-an dreadlocks mewarnai penampilan para musisi rock dan menjadi bagian dari fashion dunia. Meski cenderung lebih identik dengan fashion, secara mendasar dreadlock tetap menjadi bentuk ungkap semangat anti kekerasan, anti kemapanan dan solidaritas untuk kalangan minoritas tertindas. Reggae di Indonesia Di Indonesia, beberapa nama yang terkenal dalam dunia musik reggae antara lain Tony Q, Steven & Coconut Treez, Joni Agung (Bali), New Rastafara, dan Heru ’Shaggy Dog’ (Yogyakarta). Banyak yang tidak tahu sejarah reggae di negeri ini. Bahkan musisi reggae di sini mungkin yang kurang paham jika ditanya siapa band awal mula yang pertama kali memainkan musik reggae. Sekitar tahun 1986, musik reggae mulai dikumandangkan di Indonesia. Band itu adalah Black Company, sebuah band dengan genre reggae. Kemudian beberapa tahun kemudian muncul Asian Roots yang merupakan turunan dari band sebelumnya. Lantas ada pula Asian Force, Abresso dan Jamming. Kini keberadaan musik reggae di Indonesia terkesan tersingkirkan. Apalagi kesan yang diperoleh ketika seseorang melihat penampilan para musisi reggae yang terkesan urakan dan tak mau tahu dengan kondisi orang lain. Bahkan, ada idiom yang hingga kini membuatnya semakin tersingkir adalah: reggae identik dengan narkoba.
Masih Mengulas Tentang Genre reggae .. CEKIDOOT
Tony Q Rastafara - Ikon Musik Reggae Indonesia 4 Tony Q Rastafara adalah ikon Musik Reggae Indonesia. Tony tidak sekedar mengadopsi dan memainkan musik reggae - genre musik yang di sebarlusakan dan dibesarkan oleh Robert Nesta Marley - tapi Tony berhasil memainkan musik reggae dgn rasa sangat Indonesia. Dia telah berhasil keluar dari bayang2 musisi reggae dunia: macam Bob Marley, Black Uhuru, Burning Spears, Jimmy Cliff dan Peter Mcintosh. Dia telah menciptakan Reggae Pribumi - Reggae yang sangat Indonesia. Berikut perjalanan karir Tony Q Rsatafara. Pria asal kota Semarang, Jawa Tengah, terlahir dengan nama Tony Waluyo Sukmoasih. Memulai karir bermusiknya sejak tahun 1989 dengan band Roots Rock Reggae. Biasa manggung di kafe-kafe dan acara pentas musik yang ada di Jakarta. Setelah lama bongkar pasang dalam band reggae seperti: Exodus Band, Rastaman Band, akhirnya pada tahun 1994 Tony Q membentuk band yang cukup terkenal sebagai pengusung aliran musik reggae di Indonesia pada waktu itu, yaitu Rastafara. Bersama Rastafara Tony Q sempat merilis album “Rambut Gimbal” pada tahun 1996 dan “Gue Falling in Love” pada tahun 1997. Hampir semua lagu-lagu di album tsb diciptakan sendiri oleh Tony Q, lirik lagu-nya banyak bercerita tentang tema sosial-kemasyarakatan, perdamaian dan cinta. Perbedaan Rastafara pada waktu itu dengan band-band reggae lainnya adalah karena mereka berhasil memasukkan dan memadukan unsur-unsur musik traditional dengan gaya khas Indonesia kedalam musiknya sehingga terbentuklah musik reggae ala Indonesia yang bisa terlepas dari bayang-bayang musik reggae dunia seperti Bob Marley, Jimmy Cliff, Peter McIntosh atau Ziggy Marley. Penggunaan alat-alat musik tradisional seperti kendang Sunda dan Gamelan Jawa menambah warna musik Indonesia didalam lagu-lagu Rastafara. Dan pada aransemen musiknya sepintas juga terlihat unsur-unsur musik melayu atau bahkan musik khas Sumatra Barat. Pada tahun 1997 Rastafara memutuskan untuk vakum dalam bermusik, hingga akhirnya Tony Q memutuskan untuk membentuk band baru dengan nama New Rastafara. Maka pada tahun 1998 terbentuklah Tony Q and New Rastafara, dengan format additional palyer. Tetapi kemudian Tony Q memutuskan untuk bersolo karir dengan tetap membawa nama band-nya Tony Q Rastafara, yang berhasil merilis album pada tahun 2000 yaitu “Damai Dengan Cinta”. ALBUM Tony Q Rastafara: Rambut Gimbal (1996) Gue Falling in Love (1997) Damai Dengan Cinta (2000) Kronologi (2003) Salam Damai (2005) Anak Kampung (2007) Presiden (2008) Prestasi Tony Q Rastafara 1. Headliners “Bob Marley Festival”. Houston TX, USA (2002) 2. Invitation “Legend of Rasta Reggae Festival”. Houston TX, USA (2003-2005) 3. Putumayo World Music Album Compilation, “Reggae Playground” – single “Pat Gulipat” (2006) Untuk mendengarkan lagu Tony Q Rastafara bisa disini. Atau bisa juga cari di Google.