† Gen Re " /
.
Jumat, 30 Maret 2012
Ari Lasso Siapkan Album Baru dengan Campuran Reggae
JAKARTA - Penyanyi Ari Lasso sudah lama tidak mengeluarkan karya terbaru. Kini, pria kelahiran Madiun 17 Januari 1973, itu, merilis single terbaru dengan sentuhan REGGAE berjudul Kisah Kita.
Single tersebut sebagai perkenalan sebelum Ari meluncurkan album teranyarnya nanti.
"Single terbaru gue judulnya Kisah Kita yang gue ambil dari album terbaru gue, jadi di single ini ada sentuhan REGGAE , walaupun ada REGGAE
tetep ada Ari Lassonya, jadi memang sangat beda," ungkapnya ketika ditemui di Jakarta, belum lama ini.
Mantan vokalis band legendaris Dewa 19, ini, memang ingin munculkan musik yang berbeda demi meramaikan industri hiburan.
"Selama ini kan gue lagunya slow, pop rock, jadi gue mau bikin suatu yang beda, sesuatu yang ada tantangannya. Dan ini cukup sulit waktu gue nyanyin, tapi akhirnya soul-nya dapat," katanya.
Sumber : music.okezone.com
Lirik "Kisah Kita"
tak mungkin lagi aku jalan denganmu
bila semua rindu yang ada telah hilang
cinta-reggae.blogspot.com
lupakan saja janji tuk selalu bersama
bila akhirnya hanya buatmu tersiksa
cinta-reggae.blogspot.com
jangan paksakan untuk bertahan
bila tak ada cintamu lagi
untukku untuk aku
cinta-reggae.blogspot.com
kau diam saja saat ku ajak bicara
seakan tak ada aku lagi di depanmu saat ini
cinta-reggae.blogspot.com
jangan paksakan untuk bertahan
bila tak ada cintamu lagi
biarkan aku pergi darimu
akan ku simpan yang baik saja
tentang kamu, semua kisah kita
cinta-reggae.blogspot.com
(jangan paksakan untuk bertahan bila tak cinta lagi)
cinta-reggae.blogspot.com
jangan paksakan untuk bertahan
bila tak ada cintamu lagi
biarkan aku pergi darimu
akan ku simpan yang baik saja
tentang kamu, tentang aku, kisah kita
Download MP3 :
Ari Lasso - Kisah Kita
Hasil nyolong dari : Salam Damai....: Ari Lasso Siapkan Album Baru dengan Campuran Reggae http://cinta-reggae.blogspot.com/2012/03/ari-lasso-siapkan-album-baru-dengan.html#ixzz1qevH5RDe
'Marley', Dokumenter tentang Musisi Legendaris Bob Marley
Jakarta - Bagi penggemar musik beraliran reggae sepertinya tidak mungkin tak mengenal musisi legendaris Bob Marley. Semasa hidupnya, Marley merupakan sosok yang cukup berpengaruh, hingga sutradara Kevin Macdonald memutuskan untuk membuat film dokumenter tentangnya.
Dalam film berjudul 'Marley' itu, Kevin akan menyoroti masa muda Marley, puncak karier, hingga kematiannya. Sutradara 'The Last King of Scotland' itu pun berharap karyanya bisa mengobati kerinduan para penggemar sang musisi yang meninggal pada 18 Mei 1981 silam.
Kevin berusaha menampilkan kisah seorang tokoh besar sejarah musik yang lewat lagu-lagunya menjangkau semua
kalangan. Musik dan pesan yang disampaikan pelantun 'Redemption Song' itu telah melampaui berbagai budaya, bahasa dan kepercayaan.
Dibuat dengan dukungan dari keluarga Marley, film ini menampilkan rekaman langka, pertunjukan yang luar biasa dan wawancara dengan orang-orang yang mengenal Marley dengan sangat baik.
Marley tayang perdana di Festival Film Berlin 2012 yang kini tengah berlangsung, dan di acara SXSW, Amerika Utara. Film produksi Magnolia Pictures itu akan dirilis pada 20 April mendatang.
Hasil nyolong dari : Salam Damai....: 'Marley', Dokumenter tentang Musisi Legendaris Bob Marley http://cinta-reggae.blogspot.com/2012/02/marley-dokumenter-tentang-musisi.html#ixzz1qetVASwl
alat musik MARAKAS
Marakas, Alat Ritual Kuno Yang Sekarang Menjadi Instrumen Musik
Marakas atau dalam bahasa asing disebut Maracas, Maracax'a, Maraca' Mbara'ka, di kategorikan sebagai alat musik perkusi. Pada masa lalu instrumen ini dimainkan secara tunggal, sebagai media penyembuhan dalam banyak prosesi ritual hampir di seluruh Afrika, Amerika Selatan dan Karibia. Marakas termasuk dalam jenis perkusi idiophones atau autophones dan juga merupakan salah satu bagian penting dari musik Cuba, Salsa, Rumba, Charanga dan Trova Ensemble. Jenis alat musik ini hampir dapat ditemukan di seluruh dunia. Dalam Big Band dan Orkestra biasanya menggunakan alat musik ini, itu dikarenakan pengaruh dari
berbagai musik Latin.
Pada umumnya, material luar instrumen perkusi ini terbuat dari labu kering atau kulit kering yang dijahit. Juga bisa dibuat dari kayu, jerami, kelapa, plastik dan sejenis buah squash, yang diisi dengan biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan atau bahan yang dapat beresonansi dengan labu kering (kulit luarnya). Hali ini dilakukan agar menciptakan bunyi gemetar yang enak didengar dari benturan ataupun pergesekannya dengan jenis bahan yang digunakan di dalamnya. Sedangkan jumlah dari isi dalam tergantung pada estetika sang pembuat atau pemainnya. Pada setiap marakas melekat sebuah batang ataupun tongkat kayu silinder, sebagai alat bantu agar lebih mudah memegang dan memainkan instrumen tersebut.
Cara memainkannya seringkali dengan cara diguncangkan, hingga material di dalamnya membentur dinding bagian dalam dari material luarnya dan menghasilkan bunyi karakteristik yang khas atau suara yang tajam. Marakas biasanya diguncangkan seiring dengan irama dalam ketukan dan gerakan yang berbeda-beda yang membuat bisa kita berdansa, sebagian penari juga menggunakannya disaat mereka sedang menari.
Marakas memiliki berbagai ukuran dan bentuk, dari yang berbentuk telur kecil, apel besar dan berbentuk lonjong. Yang biasa digunakan dalam upacara tradisional di Venezuela (joropo) cenderung berukuran kecil, sedangkan yang biasa digunakan untuk mengiringi musik khas Amerika Selatan dengan nama lain bolero berukuran sedang. Dalam musik Latin Salsa cenderung berukuran sedang dan besar dan yang digunakan untuk prosesi karnaval terbuka cenderung berukuran besar.
Pada masa lalu, marakas juga digunakan sebagai bagian dari ritual Afro-Kuba, khususnya upacara penyembuhan (santeria). Marakas solo yang terbuat dari labu kering dengan material penutup dari bahan tenunan, juga digunakan oleh suku Araucanian di Chili oleh seorang dukun perempuan (mapuche) dalam upacara penyembuhan. Instrumen ini juga memainkan peranan penting dalam sebuah ritual agama suku Indian kuno pra-Columbus.
Walaupun banyak yang menganggap permainan marakas cenderung dipenuhi improvisasi, namun pemain marakas memiliki peran penting dalam keseimbangan ketukan. Jadi peran ini tidak boleh dianggap remeh. Untuk jenis marakas khas Venezuela (joropo) biasanya dimainkan dengan tempo 3/4 atau 6/8, atau yang biasa disebut dengan istilah virtuoso.
Pada awalnya dalam beberapa budaya yang ada diberbagai belahan dunia dikatakan bahwa bunyi dari alat musik ini meniru bunyi hujan atau ular derik. Terkadang bila satu saja dari marakas ini dimainkan, volume gemericiknya bisa lebih keras daripada alat musik lainnya yang sedang dimainkan pula.
Cukup banyak dari musisi perkusi Reggae dunia yang juga menggunakan alat musik Marakas sebagai bagian dari aransemen dari karya-karyanya, sebut saja Bob Marley and The Wailers, UB 40, Manu Chao, Big Mountain dan lainnya. Sedangkan pada musik Reggae Indonesia, ada beberapa band ataupun musisi Reggae Indonesia yang juga menggunakannya sebagai bagian dari aransemennya. Namun masih bisa dibilang bukan menjadi bagian penting ataupun alat musik yang dibutuhkan dalam berbagai aransemen musik Reggae Indonesia.
Hasil nyolong dari : Salam Damai....: Marakas, Alat Ritual Kuno Yang Sekarang Menjadi Instrumen Musik http://cinta-reggae.blogspot.com/2012/02/marakas-alat-ritual-kuno-yang-sekarang.html#ixzz1qeszoej9
Rabu, 21 Maret 2012
Biografi Steven & Coconut Treez
Steven and Coconut treez adalah sebuah konsep solo beraliran musik Reggae asal Indonesia. Band ini ada karena obsesi Steven, yang juga kakak Micky AFI untuk berkarya. Dengan dukungan banyak musisi, Steven and Coconut treez berhasil menghasilkan karya-karya yang diangkat dari tema keseharian, baik itu sosial maupun cinta.
Walaupun musik Reggae cenderung minoritas di Indonesia, namun Steven and Coconut treez dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, terbukti dengan banyaknya fans mereka.
Band ini dibentuk pada 2005 oleh 5 orang pria, yaitu Steven (vokal), A Ray (gitar), Teguh (gitar), Rival (bass), Iwan (keyboard), Teddy (perkusi), dan Aci (drum). Mereka sudah menelurkan 3 buah album yang rata-rata bertema sosial, seperti layaknya kebanyakan musik Reggae. Sejak berdiri tahun 2005, album mereka adalah The Other Side (2005), Easy Going (2006), dan Good Atmosphere (2008).
Pada 18 Desember 2007, Steven and Coconuttreez harus kehilangan salah satu personilnya, Teddy (perkusi)yang tutup usia karena menderita sakit paru-paru kronis. Teddy sempat dirawat di rumah sakit dan koma, namun sempat sembuh.
Gaya hidup Teddy yang sangat tergantung dengan rokok dan kopi membuatnya harus meninggalkan teman-temannya setelah cukup lama sakit paru-paru.
Steven Jam live performance
Be there and feet the vibration!
Steven Jam, grup musik “side project” dari Steven Nugraha Kaligis, telah meluncurkan album perdana bertajuk “Feel The Vibration”. Steven lebih dulu sohor sebagai vokalis “Steven & The Coconut Treez”.”Feel The Vibration” membesut 11 lagu baru karya Tepeng, panggilan akrab Steven, yang dikulik selama 6 bulan. Lagu-lagunya berkisah tentang persahabatan,spirit kaum muda,dan cinta.Seperti lagu berjudul “Sangat Menyenangkan” yang berkisah mengenai semangat untuk meraih sesuatu yang telah hilang.Warna reggae yang dilantunkan Steven Lam lebih rough dan banyak memainkan distorsi serta brass yang lebih menonjol.Tepeng banyak mengeksplor reggae yang disenyawakan dengan rock, pop dan sebagainya, sehingga tidak monoton. Konon, album ini merupakan project idealisme Tepeng dalam bermusik.
Album solo steven “Feel the Vibration” juga didukung beberapa musisi reggae, diantaranya, Iyus Rastafara, lyek , Getto, Aco, Teguh Coconutreez, Indha, Boy, Denny Monkey boots,Egi Tipe X, Anto tipe X, Ewin Kunci, Ondit, Aksa Pasukan 5 Jari, Nyonyo Marjinal,. Edwin Monkey Boots, Dony Boys n Roots, Erick May, Rama BB dimana Proses tracking dan mixing dikerjakan 267 studio.[]
Reggae yang Tidak Harus Rasta
Di Indonesia, reggae hampir selalu diidentikkan dengan rasta. Padahal, reggae dan rasta sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. “Reggae adalah nama genre musik, sedangkan rasta atau singkatan dari rastafari adalah sebuah pilihan jalan hidup, way of life,” ujar Ras Muhamad (23), pemusik reggae yang sudah 12 tahun menekuni dunia reggae di New York dan penganut ajaran filosofi rasta.
Repotnya, di balik ingar-bingar dan kegembiraan yang dibawa reggae, ada stigma yang melekat pada para penggemar musik tersebut. Dan stigma tersebut turut melekat pada filosofi rasta itu sendiri. “Di sini, penggemar musik reggae, atau sering salah kaprah disebut rastafarian, diidentikkan dengan pengisap ganja dan bergaya hidup semaunya, tanpa tujuan,” ungkap Ras yang bernama asli Muhamad Egar ini.
Padahal, filosofi rasta sesungguhnya justru mengajarkan seseorang hidup bersih, tertib, dan memiliki prinsip serta tujuan hidup yang jelas. Penganut rasta yang sesungguhnya menolak minum alkohol, makan daging, dan bahkan mengisap rokok. “Para anggota The Wailers (band asli Bob Marley) tidak ada yang merokok. Merokok menyalahi ajaran rastafari,” papar Ras.
Ras mengungkapkan, tidak semua penggemar reggae adalah penganut rasta, dan sebaliknya, tidak semua penganut rasta harus menyenangi lagu reggae. Reggae diidentikkan dengan rasta karena Bob Marley—pembawa genre musik tersebut ke dunia—adalah seorang penganut rasta.
Ras menambahkan, salah satu bukti bahwa komunitas reggae di Indonesia sebagian besar belum memahami ajaran rastafari adalah tidak adanya pemahaman terhadap hal-hal mendasar dari filosofi itu. “Misalnya waktu saya tanya mereka tentang Marcus Garvey dan Haile Selassie, mereka tidak tahu. Padahal itu adalah dua tokoh utama dalam ajaran rastafari,” ungkap pemuda yang menggelung rambut panjangnya dalam sorban ini.
Pemusik Tony Q Rastafara pun mengakui, meski ia menggunakan embel-embel nama Rastafara, tetapi dia bukan seorang penganut rasta. Tony mencoba memahami ajaran rastafari yang menurut dia bisa diperas menjadi satu hakikat filosofi, yakni cinta damai. “Yang saya ikuti cuma cinta damai itu,” tutur Tony yang tidak mau menyentuh ganja itu.
Namun, meski tidak memahami dan menjalankan seluruh filosofi rastafari, para penggemar dan pelaku reggae di Indonesia mengaku mendapatkan sesuatu di balik musik yang mereka cintai itu. Biasanya, dimulai dari menyenangi musik reggae (dan lirik lagu-lagunya), para penggemar itu kemudian mulai tertarik mempelajari filosofi dan ajaran yang ada di baliknya.
Seperti diakui Hendry Moses Billy, gitaris grup Papa Rasta asal Yogya, yang mengaku musik reggae semakin menguatkan kebenciannya terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan wewenang. Setiap ditilang polisi, ia lebih memilih berdebat daripada “berdamai”. “Masalahnya bukan pada uang, tetapi praktik seperti itu tidak adil,” tandas Moses yang mengaku sering dibuntuti orang tak dikenal saat beli rokok tengah malam karena dikira mau beli ganja.
Sementara Steven mengaku dirinya menjadi lebih bijak dalam memandang hidup sejak menggeluti musik reggae. Musik reggae, terutama yang dipopulerkan Bob Marley, menurut Steven, mengajarkan perdamaian, keadilan, dan antikekerasan. “Jadi kami memberontak terhadap ketidakadilan, tetapi tidak antikemapanan. Kalau reggae tumbuh, maka di Indonesia tidak akan ada perang. Indonesia akan tersenyum dengan reggae,” ujar Steven mantap.
Sila dan Joni dari Bali menegaskan, seorang rasta sejati tidak harus identik dengan penampilan ala Bob Marley. “Rasta sejati itu ada di dalam hati,” tandas Sila sambil mengepalkan tangan kanan untuk menepuk dadanya.
Langganan:
Postingan (Atom)